Budaya Telinga panjang

Pada saat ini budaya yang unik dari masyarakat Dayak yang hanya bisa disaksikan pada Stanmenras orang Dayak / rumpun Apokayan (Kenyah, Kayan dan Bahau) dan sedikit Dayak Iban dan Dayak Punan saja, sementara di lain Dayak belum ditemukan. Apakah lain Dayak Masyarakat tidak memiliki budaya ini? Jujur saja hampir semua sub-etnis Dayak di masa lalu hanya saja tradisi ini telah lama ditinggalkan. Sebagian besar tradisi ini harus ditinggalkan sejak kedatangan orang luar ke Kalimantan, yaitu sejak kedatangan pelaut India dan Arab serta Indonesia etnis Cina atau lainnya ke Kalimantan, dengan alasan untuk merasa malu. tetapi yang lain meninggalkan

Budaya pada masa awal pemerintahan kolonial Belanda sampai zaman pendudukan Jepang. Pada orang Dayak yang berdialek Banyadu Kendayan misalnya, dari cerita orang tua di desa kabupaten Tititareng Menyuke darit disebutkan bahwa dalam pendudukan Jepang ada seorang nenek yang menjaga Telinga panjang. Sepeninggalan Nenek kemudian mengakhiri budaya jangka panjang Dayak telinga Banyadu. Ada satu hal menarik yang mungkin menjadi alasan mengapa orang masih setia Apokayan Dayak keluarga mempertahankan budaya ini telinga panjang, jika kita melihat bahwa tua-tua paling adat atau orang tua atau orang-orang penting dalam strata sosial masyarakat adat Dayak ini Apokayan keluarga adalah sebagian besar wanita.

Perempuan umumnya cenderung sangat kuat dikenal untuk menjaga kebiasaan atau tradisi yang berkembang di masyarakat daripada pria, terutama jika tradisi tersebut sudah dianggap sebagai bagian dari adat istiadat yang harus dilestarikan, maka tentu akan dipertahankan, dan terutama jika orang tersebut penting bahwa para wanita umumnya selalu menyarankan agar ibu tetap memanjang telinga. Namun demikian, seiring perkembangan zaman akhir-akhir ini tampaknya sudah berada dalam kondisi kritis di mana banyak wanita adalah keluarga Dayak Apokayan budaya telinga kiri panjang dengan cara memotongnya.